--- AHLAN WA SAHLAN, SELAMAT DATANG DI NIKAH.COM, KAMI HADIR SEBAGAI SAJIAN UNTUKMU YANG AKAN MENIKAH DAN TELAH MENIKAH, SERBA-SERBI DALAM KELUARGA DAN ANAK-ANAK ---

Minggu, September 28, 2008

Banyak Anak (Tetap) Banyak Rezeki

By Bayu Gautama

nikah.com, Sewaktu masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama, saya sering termakan satu propaganda “keluarga kecil keluarga bahagia” dan “dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja”. Dan itu ternyata berbekas sampai tahun-tahun berikutnya. Meski juga dianggap belum layak menikah untuk ukuran anak masih berseragam putih abu-abu, namun satu tekad sudah tertanam dalam-dalam di dada ini kelak menikah nanti punya anak cukup dua saja, laki-laki perempuan sama saja karena keluarga kecil akan melahirkan kebahagiaan. Dua kesalahan berpikir yang entah siapa yang memulai dan menciptakannya serta motif apa dibalik propaganda tersebut, tapi bolehlah karena sempat menyesaki benak ini untuk ‘hanya’ punya keluarga kecil saja.

Di Perguruan tinggi, saat kemampuan berpikir jauh lebih meningkat (sebenarnya kemampuan berpikir tetap sama luasnya dengan ketika saya masih di sekolah dasar sekalipun, mungkin tepatnya kesempatan untuk memperluas cakrawala berpikir) seiring dengan pertumbuhan kedewasaan baik dewasa secara fisik yang ditandai dengan optimalisasi fungsi organ-organ reproduksi, selain perkembangan sel-sel otot tubuh yang sekaligus menandakan perbedaan pria dan wanita, dewasa secara psikologis, dimilikinya kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan, serta mampu menjalani hubungan interdependensi, dan dewasa secara sosial-ekonomi, ditampakkan dalam kemampuan seseorang untuk membiayai kebutuhan hidup yang layak. Maka makin terbukalah pemahaman-pemahaman baru bahwa apa yang telah selama ini bertengger di benak saya tentang keluarga kecil keluarga bahagia kemudian saya nilai sebagai kesalahan pertama, dan cukup dua anak laki perempuan sama saja, saya patok sebagai kesalahan kedua dari kebodohan berpikir saya. Kesalahan ketiga saya adalah tidak belajar dari orangtua sendiri (dan kebanyakan orangtua lainnya) yang kebanyakan jumlah anaknya tidak kurang dari lima atau rata-rata segitu.

Karena kemudian, dalam interaksi dan interelasi sehari-hari banyak saya temukan keluarga-keluarga yang lumayan bererot buntutnya tetap tenang meski mulut di kanan-kiri sering usil dengan pertanyaan-pertanyaan ‘nggak repot tuh’, ‘berapa sih gajinya, koq anak sampe delapan gituh’ atau juga pernyataan tidak berbobot seperti, ‘gue sih udah mati berdiri kali punya anak banyak, satu aja stress’. Celoteh-celoteh yang kemudian dianggap angin lalu oleh mereka yang memiliki banyak anak, tetapi tidak oleh saya. Lagi-lagi saya termakan oleh propaganda yang setelah saya pelajari nampaknya direkayasa sedemikian rupa bahwa banyak anak justru merepotkan, dan tidak berlaku lagi satu keyakinan orangtua kita dulu bahwa banyak anak banyak rezeki.

Untuk membuang keraguan itu, saya beranikan bertanya kepada salah seorang ustadz yang kebetulan anaknya sudah tidak bisa dibilang sedikit karena untuk mengingat mana anak ke lima ke enam-nya saja sudah garuk-garuk kepala, terlebih harus menghapal satu persatu tanggal kelahiran mereka. “wong manggil aja sering salah koq bapaknya itu” kata istrinya. Kemudian saya mendapatkan pelajaran baru lagi, kali ini sangat sederhana namun sarat makna. Dulu, cerita sang Ustadz, sewaktu anaknya masih dua mereka makan nasi dengan lauk pauk seadanya, kadang ikan, kadang tempe, ketemu daging atau ayam goreng alhamdulilaah seminggu sekali. Sekarang setelah anak delapan, ternyata nggak berubah menunya. “Coba ente pikir, berkurang ape bertambah rezeki ane” tantang si Ustadz itu. Saya pun ngeloyor pergi dengan pencerahan baru di benak saya, lagipula siapa yang berani jamin kalau anaknya cukup dua saja bertahun-tahun kemudian bisa makan ayam setiap hari … la wong rezeki itu sudah ada yang mbagi-bagi koq.

Anehnya, ini yang sampe sekarang saya dibuat pusing bagaimana meluruskan pandangan masyarakat, koq ya tidak sedikit masyarakat sekarang yang menganggap punya anak banyak semacam ‘satu keanehan’. Zaman sudah berubah bung, jangan pake gaya kolot, pikir mereka. Ini sama halnya dengan soal poligami, ada orang baik-baik yang menikah lagi, malah dianggap satu hal negatif. “ustadz koq istrinya dua” nah lho! Yang lebih parah lagi kadang-kadang ditambahi gelar “tukang kawin”. Eh giliran ada yang jelas-jelas selingkuh malah dianggap lumrah dan satu hal yang biasa. Hmmm rupanya ibu-ibu kita nih masih mending suaminya selingkuh ketimbang menikah lagi secara sah dan terhindari dari dosa. Saya kemudian tambah berpikir, mungkin saja propaganda yang pertama ada hubungannya dengan soal poligami ini. Bayangkan, kalau ada seorang wanita yang karena memang jodohnya harus menikah dengan lelaki yang beristri, bukankah itu membuka peluang terlahirnya generasi-generasi baru yang baik, karena berasal dari rahim yang baik serta ‘bibit’ yang baik pula. Jadi, jelas ini bukan lagi rekayasa, tapi meningkat menjadi konspirasi rekayasa untuk membatasi pertumbuhan generasi muslim di negara kita. Entahlah, masih perlu dibuktikan. Tapi yang jelas, seorang teman saya baru saja menikah (lagi) bertambah rezekinya. Katanya, sekarang ini dia sangat sibuk untuk memenuhi jadwal menjadi pembicara di berbagai kesempatan dan tempat dengan tema “poligami”. Hmmm …

Sebab, di negara tetangga kita Malaysia baru-baru ini ada satu kebijakan yang dikeluarkan oleh komunitas etnis Tionghoa di negeri Jiran itu yang merasa khawatir dengan berkurangnya populasi etnis mereka. Maka keluarlah satu anjuran untuk melahirkan banyak anak dengan janji bonus dan biaya perawatan anak keempat dan seterusnya. Slogan yang cukup terkenal disana kurang lebih berbunyi, Satu sangat sedikit, Dua masih kurang, Tiga belum cukup, Empat perlu ditambah. Saya jadi teringat dengan Ustadz yang pernah saya tanya agar pindah saja ke Jiran kita itu agar anak ke lima sampe ke delapannya mendapatkan biaya perawatan yang jumlahnya tidak kurang dari 4juta rupiah per anak. Eh, dia malah nyengir dan nanya ke saya, “anak ente udah berapa?” nah lho, “ini mah nggak ada hubungannya dengan anak saya tadz!” saya jawab begitu “lagi pula anak saya cuman dua”.

Justru itulah, pelajaran baru lagi nih, Ustadz itu cuma bilang, orang-orang yang anaknya banyak, sesuai janji Allah, Dia tambahkan rezekinya. “lalu bagaimana dengan mereka yang menikah lagi tadz?” tanya saya. “Ente lucu … kalau nambah anak aja nambah rezeki gimana lagi kalau nambah orang yang bisa ngasih ente anak” nah lho … “Ustadz sendiri kenapa nggak nambah he he … istri?” saat menanyakan ini, saya harus melirik tidak ada bu ustadz di ruangan tamunya. Tapi, ustadz malah memberikan jawaban yang misteri buat saya, menurutnya, dia (terutama istrinya) untuk sementara belum mau nambah rezeki dari situ, katanya, biarlah rezekinya untuk sementara nambah dari bertambahnya jumlah anak mereka.

Sudahlah, berapapun anak anda, berapapun istri anda, saya acungi jempol. Untuk sementara saya yang masih beranak dua ini cukup sabar dengan rezeki yang saya dapatkan. Sambil terus berteriak-teriak kepada sahabat-sahabat saya yang bahkan sekedar ‘melirik’ seseorang untuk diajak menciptakan lubang-lubang rezeki baru pun belum dilakukannya. Paling-paling setiap bertemu mereka, sambil memamerkan dua anak saya, acungan jempol tangan terbalik kebawah senantiasa saya arahkan ke mereka. Wallahu’a’lam bishshowaab.

sumber : eramuslim.com
lebih lanjut...

Kamis, September 25, 2008

Izinkan Aku Meminangmu

nikah.com,

Penulis/Penerbit : Cahyadi Takariawan/Era Intermedia

Dalam tradisi pergaulan muda-mudi yang longgar, pinangan biasanya dilakukan setelah dua sejoli menjalin hubungan relatif lama dan sepakat mau menikah, hingga meminang sekadar melakukan tahapan formal untuk menuju perkawinan yang sah. Oleh karena itu, tidak ada kata dalam kamus ’menolak pinangan’ bagi mereka.


Namun bagi komunitas generasi muda Islam yang terdidik dan taat beragama, yang tidak mengenal hubungan khusus lelaki dan perempuan sebelum menikah, maka meminang menjadi sebuah proses ’tawar-menawar’ yang sesungguhnya; ada penilaian, pengajuan syarat, kompromi, penerimaan, bahkan penolakan. Bahkan seyogyanya proses itu dijalani dengan penuh keterbukaan dan kelapangan dada. Tidak ada perasaan ewuh pekewuh, dan tidak ada keterpaksaan.

Semua demi tegaknya rumah tangga yang penuh kasih sayang dan cinta dibawah ridha Allah Swt. Buku kecil ini membahas tentang hakikat meminang (khitbah) dalam syariat Islam secara detail dan menyeluruh, dengan mengupas habis sisi-sisi kemanusiaan, kekeluargaan, sosial, kesetaraan, bahkan dakwah. Buku ini sangat baik dibaca oleh semua kalangan, khususnya bagi mereka yang hendak melalui proses khitbah, ikhwan maupun akhowat.

sumber : tentang-pernikahan.com

lebih lanjut...

Rabu, September 24, 2008

Larangan Menikah Tanpa Wali (1)

nikah.com,
Mukaddimah

Salah satu fenomena yang amat mengkhawatirkan dewasa ini adalah maraknya pernikahan ‘jalan pintas’ dimana seorang wanita manakala tidak mendapatkan restu dari kedua orangtuanya atau merasa bahwa orangtuanya tidak akan merestuinya; maka dia lebih memilih untuk menikah tanpa walinya tersebut dan berpindah tangan kepada para penghulu bahkan kepada orang ‘yang diangkat’ nya sendiri sebagai walinya, seperti orangtua angkat, kenalannya dan sebagainya.

Ini tentunya sebuah masalah pelik yang perlu dicarikan akar permasalahan dan solusinya secara tuntas, sehingga tidak berlarut-larut dan menjadi suatu trendi sehingga norma-norma agama diabaikan sedikit demi sedikit bahkan dilabrak.

Tidak luput pula dalam hal ini, tayangan-tayangan di berbagai media televisi yang seakan mengamini tindakan tersebut dan dengan tanpa kritikan dan sorotan menyuguhkan adegan-adegan seperti itu di hadapan jutaan pemirsa yang notabenenya adalah kaum Muslimin.

Hal ini menunjukkan betapa umat membutuhkan pembelajaran yang konfrehensif dan serius mengenai wawasan tentang pernikahan yang sesuai dengan tuntunan ajaran agamanya mengingat tidak sedikit tradisi di sebagian daerah (untuk tidak mengatakan seluruhnya) yang bertolak belakang dengan ajaran agama dan mentolerir pernikahan tanpa wali tersebut bilamana dalam kondisi tertentu seperti tradisi ‘kawin lari’. Dengan melakukan tindakan ini dengan cara misalnya, menyelipkan sejumlah uang di bawah tempat tidur si wanita, seakan kedua mempelai yang telah melakukan hubungan tidak shah tersebut -karena tanpa wali yang shah- menganggap sudah tidak ada masalah lagi dengan pernikahannya sekembalinya dari melakukan pernikahan ala tersebut.

Sebagai dimaklumi, bahwa tradisi tidak dianggap berlaku bilamana bertabrakan dengan syari’at Islam.

Mengingat demikian urgen dan maraknya masalah ini, sekalipun sudah menjadi polemik di kalangan ulama fiqih terdahulu, maka kami memandang perlu mengangkatnya lagi dalam koridor kajian hadits, semoga saja bermanfa’at bagi kita semua dan yang telah terlanjur melakukannya menjadi tersadar, untuk selanjutnya kembali ke jalan yang benar.

bersambung...
lebih lanjut...

Senin, September 22, 2008

Menikah dengan Motor

nikah.com, "Ikhwan-nya menikah ama motor sich, makanya gak nikah-nikah. Bikin kita gelisah dalam penantian." Begitulah selentingan yang terdengar di kalangan akhwat di daerahku. Dan kebetulan selentingan itu kedengar juga di telingaku, maka dengan berlagak sebagai tim pencari fakta, kucoba mengkorek beberapa ikhwan yang secara nggak langsung "tertembak" dengan ungkapan tersebut.


*---*


"Coba pikir dech akh, kayaknya gak adil mereka menyalahkan kita yang menunda pernikahan karena harus melunasi cicilan motor. Motor ini kan sarana dakwah kala kita dituntut untuk mobilitas tinggi. Kalau gak ada motor kan susah kemana-mana, kegiatan terhambat, ongkos transportasi melunjak dan lain-lain. Sekarang kan antum bisa lihat dengan ane punya motor kan banyak aktifitas dakwah yang kepegang, bener kan akh." Itu kata ikhwan yang memang menjadikan kos-kosanya sebagai rumah singgah kala butuh mandi dan ganti baju saja. Selebihnya selalu di luar rumah untuk urusan dakwah, dari TPA, RISMA, Kepanduan, dan seabrek kegiatan lainnya.


"Dan lagi akh, ada gak akhwat yang mau nikah dengan kita ketika kita punya banyak utang, cicilan motor salah satunya. Kayaknya ane belum yakin ada yang mau tuch. Trus kalaupun ada kan beban mental bagi kita, menikah kok biar ada yang bantuin bayar utang. Kayaknya muka kita mo ditaruh dimana, gitu?" Timpal ikhwan yang lain gak mau kalah.


"Belum lagi untuk biaya walimah dan mahar. Ane gak yakin mereka dan keluarga mereka mau kalo kita ngadain walimahnya biasa saja. Apa kata tetangga katanya. Antum kan tahu, akhwat itu kan kebanyakan dari kalangan menengah ke atas. So pasti keluarganya ingin walimahnya minimal normal seperti masyarakat sekitarnya. Nah kalau kita dalam posisi nyicil motor kan tentunya gak punya cukup dana untuk itu." Tambah ikhwan yang lainnya.


"Truzz lagi akh, kalo ada akhwat dan keluarganya mau acara walimah dan maharnya biasa saja. Ada gak akhwat yang mau hidup S4 (Sungguh Sangat Susah Sekali). Tinggal di kos-kosan ukuran 2,5 x 3 m, makan tiap hari ama ikan asin, beli baju baru dua tahun sekali, apalagi ngomongin masalah rihlah. Itu belum kalo ada beban anak. Dan kayaknya gak tega dech nikahin mereka untuk kita sengsarain." Duh perasaan sekali nih ikhwan.


*---*


Nah, setelah fakta-fakta terkumpul dari mereka yang menjadi "korban" selentingan akhwat di atas maka agaknya saya perlu membuat laporan sebagai berikut:


1.Ikhwan mengkredit motor karena perlu mobilitas dakwah yang tinggi.


2.Mereka bukannya gak pengin nikah (bahkan beberapa sebenarnya udah wajib nikah), tapi mereka gak PeDe dengan kualitas akhwat yang sanggup menerima segala keterbatasan mereka.


3.Adanya egoisme ikhwan yang tidak mau melibatkan istrinya nantinya dalam permasalahan keuangan keluarga, dengan alasan dia adalah kepala rumah tangga, ikhwan lagi. Dimana nafkah adalah tanggung jawabnya.


4.Adanya perasaan minder di kalangan ikhwan sebagai kalangan bawah untuk dapat akhwat yang rata-rata dari keluarga menengah keatas.


5.Adanya perasaan bahwa rizki itu matematis, sehingga nafkah keluarga adalah matematis, jadinya menikah adalah matematis. Di sini mungkin kita renungkan atas kurangnya iman para ikhwan akan janji Allah yang akam memampukan mereka jika mereka tidak mampu.


Setelah melihat laporan diatas maka ada beberapa saran dan renungan kepada semua elemen dakwah untuk mengatasi persoalan ini.


Kepada Ukhti, janganlah hanya menghakimi para ikhwan dengan tidak berani, pengecut, gak punya nyali. Tapi cobalah mengerti keadaan mereka (khususnya yang membuat mereka tidak pede untuk menikah), turunkanlah grade anda tentang calon suami, baik status pendidikan, status ekonomi, ataupun yang lainnya. Jangan lupa kondisikan keluarga besar anti dengan fakta-fakta tersebut.


Kepada para Akhi, pertebalah keimananmu, tingkatkan ruhiyahmu. Cobalah untuk menghilangkan logika matematis untuk masalah nikah ini. Pede-lah dengan keadaanmu saat ini, dan komunikasikan keadaanmu saat ta’aruf. Yakinkanlah hatimu kalau Allah akan membantumu.


Kepada para Murobbi, bijaklah menyikapi problematika ini. Bantulah mad’u anda menghadapi permasalahan pribadinya tersebut. Jadilah ayah bagi mereka, jangan hanya jadi guru yang hanya transfer ilmu, jangan pula hanya jadi atasan yang meminta mereka untuk sami’na wa atho’na atas tugas yang diberikan.


Agaknya tugas saya sebagai tim pencari fakta, mungkin banyak kekurangan atas laporan saya. Jika ada data-data baru yang antum miliki, silahkan bisa dikirimkan pada alamat yang ada agar laporan ini menjadi lebih sempurna. Wallahu’alam bish shiwab.

sumber : unknown

lebih lanjut...

Minggu, September 21, 2008

Hakikat Sifat Malu (1)

nikah.com, Dari Abi Mas’ud al-Badri radhiallâhu ’anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: " Sesungguhnya diantara ucapan kenabian pertama (Adam) yang didapat oleh manusia (dari generasi ke generasi-red) adalah: ’jika engkau tidak merasa malu maka perbuatlah apa yang engkau inginkan’ ". (H.R.Bukhari)

Catatan: Mushannif menyebutkan bahwa nash hadits seperti diatas adalah riwayat Bukhari, namun persisnya adalah sebagai berikut (tanpa kata al-Badri radhiallâhu ’anhu dan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam seharusnya dalam nash di shahih Bukhari adalah an-Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam ):

Takhrij hadits secara global

Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Bukhari, ad-Daruquthni, Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, ath-Thabrani dan lain-lain.


Makna Hadits secara global

Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam menyatakan bahwa ucapan kenabian pertama (Adam ’alaihissalam) yang terus menerus didengar dari generasi ke generasi adalah "bila engkau tidak merasa malu maka perbuatlah apa yang engkau inginkan".

Penjelasan Tambahan

Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam : "Sesungguhnya diantara ucapan kenabian pertama (Adam ’alaihissalam ) yang didapat oleh manusia (dari generasi ke generasi-red)" diatas mengisyaratkan bahwa ucapan ini ma’tsur (merupakan atsar) dari para nabi terdahulu, diwarisi dan selalu diperbincangkan oleh orang-orang dari abad ke abad. Ini artinya, bahwa kenabian terdahulu memang telah mengenal ucapan ini dan masyhur di kalangan manusia hingga sampai kepada orang pertama dari umat ini. Statement semacam ini didukung oleh sebagian riwayat hadits, yang berbunyi: "manusia-manusia terdahulu tidak mengenal ucapan kenabian pertama yang lain kecuali ucapan ini". (dikeluarkan oleh Humaid bin Zanjawaih, dan selainnya).

Makna sabda beliau : "jika engkau tidak merasa malu maka perbuatlah apa yang engkau inginkan"

Mengenai maknanya terdapat dua pendapat:

Pertama: kalimat tersebut bukan mengandung pengertian boleh berbuat sesuka hati, akan tetapi bermakna adz-Dzamm (celaan) dan an-Nahyu (larangan). Dalam mengimplementasikan pengertian diatas, terdapat dua cara :

Cara pertama: bahwa amr (perintah) tersebut bermakna: at-Tahdid wal wa’iid (ultimatum dan ancaman keras). Jadi maksudnya: jika engkau tidak memiliki rasa malu maka lakukanlah apa yang engkau inginkan sebab sesungguhnya Allah akan mengganjar perbuatanmu tersebut, seperti dalam firman Allah: "Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.,s. 41/Fushshilat:40). Dan firmanNya: "’Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. (Q.,.39/az-Zumar:15). Dan seperti makna hadits yang hanya ditautsiq (didukung kualitas sanad dan matannya) oleh Ibnu Hibban: "Barangsiapa yang menjual khamar (arak) maka hendaklah dia memotong-motong babi (baik untuk dijual atau dimakan)". Maksudnya : barangsiapa yang menghalalkan penjualan khamar/arak maka hendaklah terlebih dulu menghalalkan penjualan babi sebab kedua-duanya sama-sama diharamkan. Jadi disini ada perintah namun pengertiannya adalah larangan. Dan banyak lagi contoh-contoh yang lain; pendapat semacam ini adalah pilihan sekelompok ulama, diantaranya: Abul ’Abbas, Tsa’lab.

Cara kedua: bahwa amr (perintah) tersebut bermakna: al-Khabar (pemberitaan). Jadi maksudnya: barangsiapa yang tidak memiliki rasa malu, dia akan melakukan apa saja yang dia inginkan. Sebab sesungguhnya yang mencegahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk adalah sifat malu; orang yang tidak memiliki sifat ini, maka dia akan tenggelam ke dalam setiap perbuatan keji dan munkar dan orang yang seperti ini hanya bisa tercegah dari melakukannya bila dia memiliki rasa malu. Sepadan dengan makna ini adalah hadits Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam yang shahih: "barang siapa yang berdusta kepadaku maka hendaklah dia menyediakan tempat duduknya di neraka". Lafazh hadits ini berupa amr (perintah) namun maknanya adalah al-Khabar (pemberitaan) yakni bahwa orang yang berdusta terhadap beliau maka dia sudah menyediakan tempat duduknya di neraka. Pendapat ini adalah pilihan Abu ’Ubaid, al-Qaasim bin Sallaam, Ibnu Qutaibah, Muhammad bin Nashr al-Marwazi, dan selain mereka. Abu Daud meriwayatkan dari Imam Ahmad yang mengindikasikan pendapat seperti ini juga.

Kedua: kalimat tersebut mengandung pengertian ; perintah untuk melakukan apa yang dia inginkan sesuai dengan makna lafazh tersebut secara zhahirnya. Jadi artinya: apabila apa yang ingin engkau lakukan termasuk perbuatan yang tidak perlu merasa malu untuk melakukannya baik dari Allah maupun manusia karena ia merupakan perbuatan keta’atan/kebajikan atau akhlaq yang baik dan etika yang dianggap baik; maka ketika itu perbuatlah apa yang ingin engkau lakukan. Pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok ulama, diantaranya Abu Ishaq al-Marwazi asy-Syafi’i, dihikayatkan pendapat sepertinya dari Imam Ahmad, terdapat juga dalam sebagian manuskript ringkasan kitab "masaail Abi Daud", begitu juga seperti yang dihikayatkan oleh al-Khallal dalam kitabnya "al-Adab". Diantaranya perkataan sebagian Salaf ketika mereka ditanyai tentang definisi al-Muruuah : "bahwa engkau tidak melakukan sesuatu yang engkau malu melakukannya secara terang-terangan (sama malunya) di waktu engkau dalam kesendirian". Ungkapan ini sama dengan makna hadits "dosa adalah apa yang terbetik dalam hatimu sedangkan engkau takut orang lain mengetahuinya" (penjelasan tentang hadits ini telah kami tampilkan pada pembahasan yang lalu). Ada beberapa hadits yang senada dengan makna penjelasan diatas yang dipaparkan oleh Mushannif, diantaranya hadits dari Usamah bin Syuraik yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya "Shahih Ibni Hibban": dari Usamah bin Syuraik, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: "sesuatu yang Allah benci darimu (untuk dilakukan), maka janganlah engkau lakukan juga bila engkau sedang sendirian".

bersambung...

lebih lanjut...

Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan Tanpa 'Udzur Syar'i

nikah.com,

عن أبي هُرَيْرَةَ قالَ: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم "مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ رُخْصَةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عنهُ صَوْمُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ". رواه الترمذي


Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu ’alaihi Wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa mendapatkan rukhshoh (keringanan) dan juga tanpa adanya sakit, maka seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya (membayarnya)." (HR.at-Turmudziy)


عن أبي هُرَيْرَةَ قالَ: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم "مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ عِلَّةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ" . ذكره البخاري معلقا


Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu ’alaihi Wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa adanya alasan (’udzur) ataupun sakit, maka seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya (membayarnya)." (HR.al-Bukhariy secara Ta’liq)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa adanya alasan (’udzur), maka tidak ada artinya puasa selama setahun hingga dia bertemu dengan Allah; jika Dia menghendaki, maka Dia akan mengampuninya dan bila Dia menghendaki, maka Dia akan menyiksanya." (Lihat, Fathul Bâriy, Jld.IV, h.161)

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahiliy radliyallâhu ’anhu, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallâhu ’alaihi Wa Sallam bersabda, ’Tatkala aku sedang tidur, tiba-tiba datang dua orang kepadaku, lantas meraih kedua lengan atasku, kemudian membawaku pergi ke bukit yang terjal. Keduanya berkata, ’Naiklah.’ Lalu aku berkata, ’Aku tak sanggup.’ Keduanya berkata lagi, ’Kami akan membimbingmu supaya lancar.’ Maka akupun naik hingga bilamana aku sudah berada di puncak gunung, tiba-tiba terdengar suara-suara melengking, maka akupun berkata, ’Suara-suara apa ini?.’ Mereka bekata, ’Ini teriakan penghuni neraka.’ Kemudian keduanya membawaku pergi, tiba-tiba aku sudah berada di tengah suatu kaum yang kondisinya bergelantungan pada urat keting (urat diatas tumit) mereka, sudut-sudut mulut (tulang rahang bawah) mereka terbelah sehingga mengucurkan darah.’ Aku bertanya, ’Siapa mereka itu?.’ mereka menjawab, ’Merekalah orang-orang yang berbuka (tidak berpuasa) sebelum dihalalkannya puasa mereka (sebelum waktu berbuka).’ " . (HR.an-Nasa`iy, di dalam as-Sunan al-Kubro sebagaimana di dalam buku Tuhfatul Asyrâf, Jld.IV, h.166; Ibn Hibban di dalam kitab Zawâ`id-nya, No.1800; al-Hâkim, Jld.I, h.430 . Dan sanadnya adalah Shahîh. Lihat juga, Kitab Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, No.995, Jld.I, h.420)

Demikianlah gambaran yang amat mengenaskan dari azab yang kelak akan dialami oleh mereka-mereka yang melanggar kehormatan bulan suci Ramadlan dan mengejek syi’ar yang suci ini dengan tidak berpuasa di siang bolong secara terang-terangan. Sungguh, mereka akan digantung dari ujung kaki mereka layaknya binatang yang digantung saat akan disembelih dimana posisi kakinya diatas dan kepala di bawah. Ditambah lagi, sudut-sudut mulut mereka juga akan terbelah dan mengucurkan darah. Kondisi tersebut benar-benar menjadi gambaran yang sadis dan mengenaskan.
Apakah setelah itu, mereka yang telah berbuat zhalim terhadap diri mereka sendiri, melanggar kehormatan bulan yang diberkahi ini, tidak mengindahkan kehormatan waktu dan hak Sang Khaliq dan menghancurkan rukun ke empat dari rukun Islam tanpa mau ambil peduli untuk apa mereka sebenarnya diciptakan tersebut, mau menjadikannya sebagai pelajaran berharga?

UCAPAN PARA ULAMA

Sementara para ulama menyatakan bahwa orang yang berbuka (tidak berpuasa) pada bulan Ramadlan tanpa ’udzur, maka dia telah melakukan salah satu dari perbuatan dosa besar (Kaba`ir).
Berikut beberapa ucapan para ulama:
1. Imam adz-Dzahabiy berkata, "Dosa besar ke-enam adalah orang yang berbuka pada akhir Ramadlan tanpa ’udzur.." (al-Kabâ`ir:49)
2. Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah berkata, "Bilamana orang yang muntah dianggap sebagai orang yang diterima ’udzurnya, maka apa yang dilakukannya adalah boleh hukumnya. Dengan begitu, dia termasuk kategori orang-orang sakit yang harus mengqadla puasa dan tidak termasuk pelaku dosa-dosa besar yang mereka itu berbuka (di bulan Ramadlan) tanpa ’udzur…" (Majmu’ Fatawa:XXV/225)
3. al-Quffâl berkata, "…Dan barangsiapa yang berbuka di bulan Ramadlan selain karena jima’ tanpa ’udzur, maka wajib baginya mengqadla dan menahan diri dari sisa harinya. Dalam hal ini, dia tidak membayar kaffarat (tebusan) namun dia dita’zir oleh penguasa (diberi sanksi yang pas menurut mashlahat yang dipandangnya). Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Daud azh-Zhahiriy…" (Hilyah al-Awliyâ`:III/198)
4. Syaikh Abu Bakar al-Jazâ`iriy sebagai yang dinukilnya dari Imam adz-Dzahabiy berkata, "…Sebagai yang sudah menjadi ketetapan bagi kaum Mukminin bahwa barangsiapa yang meningglkan puasa bulan Ramadlan bukan dikarenakan sakit atau ’udzur maka hal itu lebih jelek daripada pelaku zina dan penenggak khamar bahkan mereka meragukan keislamannya dan menganggapnya sebagai Zindiq atau penyeleweng…" (Risalah Ramadlan:66)

Seruan
Sesungguhnya orang-orang yang dengan terang-terangan berbuka (tidak berpuasa) di siang bolong pada bulan Ramadlan sementara kondisi mereka sangat sehat dan tidak ada ’udzur yang memberikan legitimasi pada mereka untuk tidak berpuasa adalah orang-orang yang sudah kehilangan rasa malu terhadap Allah dan rasa takut terhadap para hamba-Nya, otak-otak mereka telah dipenuhi oleh pembangkangan, hati mereka telah dipermainkan dan disentuh oleh syaithan dan gelimang dosa.
Mereka tidak menyadari bahwa dengan tidak berpuasa tersebut, berarti mereka telah menghancurkan salah satu dari rukun-rukun dien ini. Mereka adalah orang-orang yang fasiq, kurang iman dan rendah derajat. Kaum Muslimin akan memandang mereka dengan pandangan hina. Mereka termasuk para pelaku maksiat yang besar dan kelak di hari Kiamat, siksaan Allah Yang Maha Perkasa Lagi Kuasa telah menunggu mereka.
Semoga Allah menjauhkan kita dari hal itu, nau’ûdzu billâhi min dzâlik. Wallahu a’lam.


(Diambil dari buku ash-Syiyâm; Ahkâm Wa Adâb karya
Prof.Dr.Syaikh ’Abdullah ath-Thayyar, h.109-111)

lebih lanjut...

Mata Kuliah Menjelang Pernikahan

nikah.com,

Penulis : Thoriq Ismail Kahiya, Penerbit : Ailah

Sepintas, pernikahan nampak sederhana dan terbatas pada persoalan-persoalan ritual seremonial seperti rangkain acara walimatul ursy dengan segala kesibukan pengaturan perangkat tradisionalnya, bahkan cenderung serba glamour. Berikut opini-opini wach .. dan ach.. tidak! pernikahan tidak sesaat dan sebatas itu!


Pernikahan merupakan lembaga sosial yang didalamnya terakumulasi seperangkat karakter, interaksi, kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai. Pernikahan akan menciptakan keluarga sebagai miniatur dari komunitas masyarakat bangsa dan negara. Dalam lembaga ini, seseorang akan dihadapkan pada persoalan-persoalan baru yang tidak pernah dijumpai sebelumnya. Karenanya tidak jarang sekelompok orang menghindari lembaga ini (dalam persoalan seksual, misalnya) menuju lembaga-lembaga liar yang menurut alasan mereka- terlepas dari beban dan tanggung jawab. Walhasil lagi-lagi muncul persoalan baru.

Sebelumnya, pernikahan dalam Islam merupakan subsistem untuk menciptakan lembaga-lembaga kemanusiaan yang bermartabat. Didalamnya terdiri dari sejumlah nilai yang mendukung ke arah itu. Arah menuju rahmat dan ridha-Nya. Sarat dengan pokok-pokok ajaran yang benar. Jalan lurus menuju kehidupan yang hakiki di dunia dan akhirat.

Untuk itu penulis menyuguhkan sesuatu yang terbaik sebagai jawaban dan bekal bagi anda. Dengan rujukan kitab-kitab fiqh yang handal disertai dalil-dalil Al Quran dan Al Hadits. Juga disusun dengan susunan yang sistematik.

(diambil dari : tentang-pernikahan.com)

lebih lanjut...

Rabu, September 17, 2008

Niat dalam Bekerja

nikah.com - Oleh : Nur Afif EN., SPd.

Bekerja adalah suatu kewajiban, dan yang lebih mengasyikkan bahwa bekerja adalah ibadah. Namun, jangan salah mengartikan “bekerja adalah ibadah” sama dengan bekerja tanpa menuntut gaji/upah, dikarenakan sudah mendapat pahala dari bekerja sebagai ibadah tadi. Pengertian ibadah disini adalah kita mengikuti sunnah Rasulullah Saw, beliau dalam salah satu sunnahnya bersabda: “Bekerjalah kamu seolah-olah kamu akan hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati esok!”


Dalam arti luas, yang dimaksudkan bekerja sebagai ibadah adalah, karena dengan bekerja inilah seseorang (laki-laki/kepala keluarga) dapat menggunakan pekerjaannya sebagai ma’isah (nafkah) bagi keluarganya, dapat bershodaqoh, dapat menolong saudara-saudaranya, dan dapat membiayai aktivitas dakwahnya (bagi aktivis dakwah). Satu hal lagi yang tidak kalah penting jika seseorang bekerja maka dia akan dapat menjaga diri dari meminta-minta.

Tidak semua orang menganggap bahwa pekerjaan yang menghasilkan uang/materi banyak adalah suatu kepuasan dan kenikmatan serta keberhasilan dalam hal keduniawian. Jelas anggapan ini salah, karena parameternya tidak hanya nilai materi yang didapat dari sebuah pekerjaan/usaha. Jika pekerjaan lebih banyak menyita waktu maka ada infestasi waktu yang hilang, baik untuk keluarga atau aktivitas lainnya (sosial dan dakwah). Belum lagi jikalau ditinjau dari kadar halal dan haramnya, serta di mana orang itu bekerja.

Dalam sebuah obrolan seorang kawan yang sudah bekerja di sebuah perusahaan jasa menyatakan, “Dahulu, semasa kita duduk di bangku kuliah kita pernah turun aksi memboikot produk apa saja yang berindikasi dari Amerika dan Yahudi tapi sekarang perusahaan yang ada di negeri kita dikuasai mereka yang notabene non-muslim, dan beberapa ikhwah ikut bekerja di sana (perusahaan non-muslim). Begitu juga maraknya pemurtadan di tanah air, lantas dari mana dana mereka dapatkan? Terus bagaimana jika kita bekerja kepada mereka?” Begitu kira-kira inti pernyataanya.

Sementara pada saat ramai-ramainya seruan boikot terhadap produk Amerika, Syaikh Yusuf Qordhowi mengatakan bahwa uang yang masuk ke perusahaan mereka akan digunakan untuk biaya memerangi Umat Islam, membantai saudara-saudara kita di Palestina, Cechnya, Afghanistan dan lain-lain.

Ada juga yang menyatakan kalau kita kerja kepada orang Nashrani pasti ada keringat kita yang digunakan untuk biaya operasional program pemurtadan mereka. Kawan yang lain menimpali tentang suasana kerja yang cenderung ikhtilat (bercampur laki-laki dan perempuan) saat di kantor. Ditambah ketika harus berjabat tangan dengan atasan yang lain jenis, tentu ini sangat membingungkan saudara-saudara kita ini.

Kemudian masalah ini menimbulkan keragu-raguan dalam hati mereka, apakah harus tetap bekerja di tempat itu. Terus bagaimana jika hendak memulai usaha sendiri sementara modal belum ada? Mau keluar dari pekerjaan ragu, karena cari kerja saja lagi susah, dan segudang permasalahan di tempat kerja menjadi dilematis, kata pepatah laksana makan buah cimalakama.

Permasalahanpun rame-rame dikonsultasikan kepada saudara-saudara yang tingkat tarbiyahnya lebih tinggi termasuk ustadz-ustadz. Berbagai jawaban diperoleh dari mereka, seperti:

Pertama, perbanyak istighfar, karena bagaimanapun keluarga masih membutuhkan ma’isah untuk kelangsungan hidup dan ibadah mereka. Tindakan ini dilakukan selama masa tunggu dengan pekerjaan yang lebih sesuai dengan harapannya.

Kedua, selalu minta petunjuk dan bimbingan kepada Allah SWT, karena Dia Mahamengetahui segala urusan yang sedang dihadapi hamba-hamba-Nya. Meminta petunjuk agar dipilihkan pekerjaan yang lebih cocok dan mendukung aktivitas dakwahnya dan meminta agar selama bekerja di tempat abu-abu (subhat) -yang penuh dengan fitnah- diberikan bimbingan agar dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan dijauhkan dari perbuatan ahli neraka.

Ketiga, luruskan niat, saat kita bekerja tujuan kita adalah untuk mendapatkan rezeki yang halal yang akan kita gunakan untuk ibadah (menafkahi diri sendiri, keluarga, shodaqoh, biaya dakwah, dll). Niat kita tidak untuk mengabdi kepada mereka (kafirin) apalagi menjadi budak mereka.

Niat, ya dengan niat inilah kita akan selalu terkontrol dalam beramal. Dengan niat ini pula kita akan digiring kembali kepada tujuan awal kita saat akan bekerja, dan dengan niat ini pula kita akan dimintai pertanggungjawaban dari amalan yang kita kerjakan.

Niat yang baik dan benar akan melahirkan motivasi internal tersendiri, yang kuat. Niat yang mulia bagi seorang aktivis dakwah akan melahirkan ghirah untuk merubah kondisi di mana dia ditempatkan, dia akan menjadi agent of change yang kelak diharapkan akan mewarnai lingkungan dimana dia beraktivitas.

Jadi, seorang muslim dalam segala aktivitasnya hendaklah selalu meniatkan dengan selurus-lurusnya niat, dan senantiasa memohon petunjuk kepada Allah Swt. Dalam hal pekerjaan maka carilah yang benar-banar bersih dari hal-hal maksiyat dan khurafat. Orang Yunani pun mengatakan “ora et labora”.Θ


lebih lanjut...

Selasa, September 16, 2008

Adillah kepada Istri

nikah.com - Sebagai seorang laki-laki, berbagai kesibukkan tentu bukan hal yang aneh. Dari mulai bekerja mencari nafkah, mencari ilmu, berorganisasi sampai berdakwah. Tentu saja, untuk melakukan semua aktifitas tersebut banyak waktu yang harus kita korbankan tidak peduli siang dan malam.

Bahkan tidak jarang, segala aktifitas maupun pekerjaan yang tidak bisa kita selesaikan di pagi dan siang hari, harus kita bawa ke rumah sehingga menyita waktu bercengkerama bersama keluarga. Meski demikian, betapa bahagianya para suami tatkala sibuk berkutat dengan setumpuk pekerjaannya, sang istri setia menemani dan menghantarkan secangkir teh ataupun kopi hangat.


Terkadang tak sadar kita, jarum jam sudah menunjuk angka 11 bahkan 12 malam, sementara anak-anak sudah terlelap. Teh ataupun kopi hangat pun entah sudah yang keberapa kali dihantarkan oleh istri kita yang tetap setia. Jika ia seorang istri yang antusias, ia akan memperlihatkan kepeduliannya atas pekerjaan kita dengan mengajukan berbagai pertanyaan.

Namun jika sebaliknya, artinya istri termasuk orang yang pendiam dan cenderung tidak ingin mengganggu konsentrasi bekerja suaminya, cukuplah ia diam dan terus setia menemani.

Tiba-tiba saja, kita akan merasa 'diusik' dengan teguran lembutnya, "sudah malam bang, istirahatlah, esok bisa dilanjutkan". Dengan mudahnya kata-kata seperti, "sebentar lagi dik" atau "tidurlah duluan, nanti abang menyusul", meluncur dari mulut kita sambil terus kembali khusyuk dengan pekerjaan. Jika seluruh pekerjaan usai malam itu, barulah kita pergi ke pembaringan dan beristirahat sampai pagi dan kembali segar.

Lalu, bagaimana dengan makhluk lembut yang semalaman menemani walau akhirnya pergi tidur lebih dulu? bisa jadi ia tidak sesegar kita, ataupun tidak sesenang kita yang mampu merampungkan segala urusan dan pekerjaan malam itu.

Bisa jadi, sebagai orang yang sangat aktif, setiap hari harus kita lalui dengan cara demikian. Jika benar, perlu kiranya menengok sejenak kepada istri kita yang kadang sudah terlelap di pinggir meja kerja. Perhatikan pula wajahnya saat menghantarkan kopi dan seruputan lainnya, atau senyumnya tatkala menyapa lembut menyarankan kita untuk beristirahat sejenak atau mungkin, menghirup harum tubuhnya saat mendampingi kita bekerja.

Tak sadar kita, bahwa kasihnya begitu ikhlas, kesabarannya begitu indah, dan kesetiaanya tiada sirna ditelan malam. Mungkin kita tak pernah menyadari, hantaran teh terakhirnya merupakan sinyal darinya untuk segera menghentikan aktifitas kita, teguran lembutnya sebagi tanda bahwa ia juga milik kita yang perlu kita perhatikan selain setumpuk pekerjaan kita dan bahwa harum tubuhnya adalah isyarat untuk istirahat sejenak, melepas kepenatan kerja seharian dengan melakukan 'aktifitas' lainnya.

Secara tidak sengaja kita telah berlaku tidak adil kepada istri. Untuk urusan berhubungan seksual, kita begitu egois. Sewaktu mereka berharap akan kehangatan malam, kita sibuk dengan berbagai urusan, tetapi giliran kita yang 'mau', memaksapun kita lakukan agar istri mau melayani meski ia tidak dalam kondisi baik.

Sehingga jangan heran, kalau suatu saat tidak akan ada lagi hantaran teh dan kopi hangat, ataupun teguran lembut agar kita beristirahat. Bahkan mereka (para istri) akan menganggap segala urusan dan aktifitas kita, belajar, pekerjaan kantor, organisasi, atau dakwah sekalipun sebagai 'musuh' utamanya karena telah merenggut keharmonisan dan kehangatan rumah tangga.

Inilah salah satu bentuk kesalahan komunikasi yang kita ciptakan. Kita sering gagal memahami model komunikasi istri yang terkadang hanya dengan bahasa tubuh dan sedikit kata-kata itu. Padahal, jika saja kita mau memahami, ada makna yang dalam saat istri telah menghantarkan minum saat kita bekerja dan memberikan sedikit teguran untuk beristirahat. Bahwa, ada 'agenda' lain yang harus pula dilaksanakan malam itu. Atau setidaknya, betapa inginnya para istri merasa dihormati dengan kita menyudahi pekerjaan kita sehingga ia merasa kasih sayang lembut yang tercurahkan malam itu tidak sia-sia.

Kita tahu malaikat akan melaknati para istri sampai pagi harinya karena tidak mau melayani keinginan suaminya. Tetapi juga semestinya, para suami berlaku adil saat ia membutuhkan kehadiran kita disampingnya untuk mendapatkan sepercik kehangatan suami.

Bolehlah kita berpesan agar istri tidak keluar rumah tatkala kita bepergian. Namun demikian, pulanglah tepat waktu dan tidak mampir ke tempat lain yang sekiranya itu bisa membuatnya merasa cemas dan khawatir sementara kita tidak memberitahunya lebih dulu.

Mungkin tidak masalah bagi istri bila kita menyisihkan sebagian uang untuk biaya sekolah lagi. Ada baiknya pula, sisihkan juga buatnya untuk bisa membeli buku-buku bacaan agar ia juga menjadi orang yang berpendidikan dan terpenuhi kebutuhannya akan ilmu. Sediakan pula waktu bersamanya untuk mengunjungi tempat-tempat pengkajian ilmu. Berilah taushiah kepadanya sebagaimana yang kita berikan kepada para orang lain.

Baik pula rasanya, sesekali mengajaknya makan bersama diluar seperti yang kita lakukan kepada teman-teman sejawat. Atau penuhi dahaga rekreasinya guna menghilangkan kejenuhan aktifitas rumah. Bayangkan betapa jenuhnya seorang istri yang melulu di rumah, berbeda dengan kita yang setiap hari keluar yang tentu lebih dinamis.

Perhatikan pula pakaiannya yang sudah lusuh dan itu-itu melulu atau juga sandalnya yang 'butut', belikanlah yang baru, buatlah hatinya berbunga meski ia tidak menuntutnya. Bandingkah dengan pakaian-pakaian kita yang selalu rapi dan necis.

Mulai sekarang, rapikan jadwal harian, mingguan ataupun bulanan. Penuhi janji dan tetaplah memberikan waktu-waktu khusus sebagai 'family day' yang tidak bisa diganggu gugat kegiatan yang lain. Sehingga dengan demikian, kita tetap bisa berlaku adil dan menjaga kehangatan rumah tangga dengan istri dan anak-anak. (bayu)

sumber : eramuslim.com

lebih lanjut...

Minggu, September 14, 2008

Al Quran sebagai Mahar

nikah.com - Pada jaman Rasulullah Saw proses pernikahan yang terjadi terkesan begitu mudah dan sederhana tanpa harus menungguAYATKURS kemapanan dunia terlebih dahulu. Salah satu contohnya adalah ketika suatu saat Rasulullah Saw sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, datanglah seorang wanita menghadap beliau lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kedatangan saya ini tidak lain adalah untuk menghibahkan diriku kepadamu". Maka Rasulullah pun memperhatikan wanita itu dengan seksama. Kemudian beliau hanya mengangguk-anggukkan kepala saja tanpa berkomentar. Melihat hal itu wanita tersebut paham bahwa Rasulullah belum menghendaki dirinya. Wanita itu lalu duduk. Tak berapa lama kemudian bangkitlah salah seorang sahabat Rasulullah dan berkata, " Ya Rasulullah, jika engkau tak menginginkannya maka nikahkanlah ia denganku saja." Rasulullah bertanya kepada lelaki tersebut, "Apakah engkau mempunyai sesuatu (untuk mahar)?" Ia menjawab, "Demi Allah saya tidak memiliki apa-apa ya Rasulullah." "Pergi dan temuilah keluargamu, barangkali kamu mendapatkan sesuatu disana." pinta beliau. Lelaki itupun mengikuti saran Rasulullah Saw. Tak berapa lama kemudian ia kembali lagi lalu berkata, "Demi Allah saya tidak mendapati sesuatupun disana". Rasulullah Saw bersabda, "Lihatlah kembali, walau hanya sekedar cincin besi." Iapun pulang, lalu kembali menemui Rasulullah, seraya berkata, "Demi Allah wahai Rasulullah, saya tidak mendapati apa-apa disana walau sekedar cincin besi sekalipun. Tetapi ini saya mempunyai kain sarung." Lelaki itu bermaksud membagi kain sarung yang dipakainya menjadi dua bagian, separuh untuknya, sisanya untuk mahar. Beliau Saw bersabda, "Apa yang hendak engkau lakukan dengan kainmu itu? Jika engkau mengenakannya, ia tidak dapat menggunakan sisa kainnya, demikian pula jika ia mengenakannya engkau tidak dapat menggunakan sisa kainnya." Rupanya kain tersebut hanya cukup untuk satu orang, jika dibagi dua justru tidak dapat dimanfaatkan untuk menutup aurat. Maka laki-laki itupun duduk dalam jangka waktu yang lama, kemudian bangkit dan pergi meninggalkan tempatnya. Melihat hal itu Rasulullah Saw menyuruh seseorang untuk memanggilnya kembali, dan menanyakan apakah ia mempunyai hapalan Al Qur`an. Setelah laki-laki tersebut menyebutkan hapalan Al Qur`an yang dimilikinya, beliau Saw bersabda, "Pergilah, aku telah berikan wanita itu kepadamu dengan hapalan Al Qur`an yang engkau miliki."

Demikianlah kemudahan menikah pada jaman kenabian. Adakah yang ingin mencontohnya ? Wallahu a`lam.

Sumber bacaan : Subulus Salam bab Nikah.

Oleh : Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

lebih lanjut...

Tekat dan Nekat

nikah.com - slamanSesungguhnya doa tidak akan pernah lengkap dengan yang dinamakan usaha --doa dan ikhtiar--. Ora et Labora, sebuah upaya untuk mewujudkan cita-cita yang mungkin sudah lama dinantikan terwujudnya sebuah kenyataan. Atau mungkin baru diangan-angankan.

Upaya untuk mewujudkan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan rohmah tidak cukup dengan doa. Doa, bisa saja disebut sebagai sebuah motivasi seorang hamba yang menjadi harapan kepada Sang Kholik. Tapi motivasi tinggal motivasi jika tidak pernah ada semangat untuk memanifestasikan ke sesuatu yang bersifat realita.

Seseorang tidak akan pernah sampai tujuan sebuah perjalanan yang berjarak seratus meter di depannya manakala langkah pertama tidak pernah dia lakukan. Kecuali dia adalah Superman, hanya dengan sekali terbang sampailah di tempat tujuan. Niat untuk sampai pada tujuan adalah sebuah tekat yang kuat. Namun, sebuah tekat yang tidak matang atau menunggu terlalu matang tidak akan pernah terwujud menjadi kenyataan. Harus ada upaya yang berkatagori pengambilan resiko.

Upaya yang diambil untuk sebuah, dua buah dan seterusnya resiko sama juga dengan upaya nekat. Tanpa nekat kita tidak akan pernah melangkah untuk yang pertama kalinya. Bukankah seratus meter jarak yang akan kita tempuh tidak akan pernah tercapai jika tidak ada langkah yang pertama.

Untuk urusan pernikahan juga sama, tekat yang sekuat baja, setinggi langit atau bahkan sedalam samudra tidak akan pernah terwujud manakala tidak pernah ada upaya untuk nekat. Tidak pernah ada orang yang mengatakan siap untuk melewati jembatan kehidupan yang bernama PERNIKAHAN. Semua mengatakan belum mapan. Ketika ditanya kesiapan nikah, sebagian menjawab, “saya kan masih sekolah/kuliah”. Ketika ditanya lagi, dijawab dengan, “saya kan belum punya pekerjaan”. Ketika diajukan dengan pertanyaan yang sama, dijawab pula, “pekerjaan saya belum tetap”. Ditanya lagi, dijawab, “saya belum punya rumah sendiri”. Dan segudang alasan untuk mengekspresikan ketidaksiapannya.
Nekat, adalah kunci sukses untuk menyegerakan pernikahan. Dan perlu diyakini, bahwa tidak ada satupun orang yang sudah siap untuk menuju jenjang pernikahan.

Wallahu a’lam bishshowab.
lebih lanjut...

Takut Miskin di Akhirat

nikah.com - Mengingat harga-harga barang kebutuhan terus meningkat, seorang pemuda selalu mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah berdiskusi dengan seorang kiai makrifat, pemuda itu pun mengikuti anjurannya untuk menjalankan shalat Hajat serta tetap istiqomah melaksanakan shalat wajib lima waktu.

’’Pak Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah sesuai anjuran Bapak. Setiap hari saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT melimpahkan rezeki yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin,’’ keluh si pemuda.

’’Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu. Suatu saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah!’’ Jawab sang kiai.

’’Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga kebutuhan serba naik! Sementara saya masih juga belum mendapat rezeki yang memadai. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?’’

’’Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah.’’

’’Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu, shalat Hajat, shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya. Lebih baik saya berhenti saja beribadah...’’ jawab pemuda itu dengan kesal.

’’Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera menjawab permintaanmu,’’ timpal kiai dengan ringan.

Pemuda itu pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari intan permata. Bahkan beribu wanita cantik jelita menyambutnya. Seorang permaisuri yang sangat cantik dan bercahaya mendekati si pemuda.

’’Anda siapa?’’ tanya pemuda.
’’Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.’’
’’Ohh... lalu ini istana siapa?’’
’’Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di dunia.’’
’’Ohh... dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya saya?’’
’’Betul!’’
’’Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik saya?’’
’’Betul sekali.’’

Sang pemuda begitu mengagumi keindahan suasana syurga yang sangat menawan dan tak tertandingi. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu pun hilang. Tak disangka, ia melihat tujuh mutiara sebesar telor bebek. Betapa senang hati pemuda itu dan ingin menjual mutiara-mutiara tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke tempat penjualan mutiara.

’’Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati tujuh mutiara yang sangat indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya,’’ kata pemuda penuh keriangan.

’’Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun lalu.’’

’’Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan syurga saya Pak Kiai?’’
’’Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu bisa menjadi miliader.’’

’’Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik aku miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah kumpulkan kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku meninggal nanti,’’ ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada di depannya itu hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak. [dari guyon orang-orang makrifat, wibi ar].

sumber : www.eramuslim.com

lebih lanjut...

Jumat, September 12, 2008

Pacaran...? Kuno...

nikah.com - Sori, dengan judul seperti ini bukan maksud kita mau ngeledekin kamu-kamu yang pacaran, tapi kita mau menertawakan kamu-kamu yang pacaran. Lho, sama aja atuh ya? Jangan bingung begitu deh, karena memang itulah faktanya. Pacaran, adalah aktivitas yang udah kuno. Mungkin bukan saja kuno, tapi sekaligus norak. Bener lho.

Kenapa sih? Islam, sebagai agama modern dan mencerahkan pemikiran, selalu memberikan yang terbaik untuk pemeluknya. Misalnya saja, di jaman purbakala, saat manusia terbiasa buligir, alias kagak make sehelai benang pun untuk menutupi tubuhnya, Islam datang menyempurnakan aturan manusia dalam berpakaian. Jilbab salah satunya, adalah ajaran Islam yang memberikan kehormatan kepada kaum wanita dalam berpakaian. Jadi, kalo sekarang masih ada anak puteri yang kagak pake jilbab, itu artinya masih kagum dengan kebudayaannya Homo Soloensis dan Pythecantropus Erectus yang masih primitif, alias kuno. Gubrag! (yang tersinggung dilarang bangga) ?

Lha, pacaran apa hubungannya dengan kuno dan modern? Sabar dulu sobat. Begini, sebelum Islam datang sebagai agama penyempurna bagi kehidupan manusia, kehidupan di masa jahiliyah dulu rusak banget. Salah satunya dalam pergaulan. Mungkin, kalo kita mau kejam, seperti dunia binatang. Kok bisa sih? Iya, soalnya hubungan antara pria dan wanita di masa jahiliyah dulu kagak ada aturannya. Main seruduk, main selonong sana selonong sini. Suka-suka aja gitu lho. Waduh!

Sobat muda muslim, itulah sebabnya kenapa kita bilang bahwa pacaran adalah aktivitas kuno dan sekaligus norak. Lihat saja model gaul anak muda sekarang (termasuk paling banyak di antaranya adalah remaja muslim) makin tak terkendali alias liar banget. Kata seorang teman, remaja sekarang dalam bergaul dengan lawan jenisnya menggunakan prinsip 3T; taaruf (saling mengenal), taqarrub (saling mendekat), dan tak tubruk (terjemahkan dan tafsirkan sendiri deh, he..he..he..). mentang-mentang saling cinta dan saling sayang, lalu merasa halal aja main elus, main peluk, main tendang, main cekik, dan main banting (smackdown kali yee ? He..he..he..) Jadi, pacaran memang aktivitas yang deket-deket banget dengan z-i-n-a. Naudzubillahi min dzalik!

Benar banget sobat, kita ngeri deh dengan perkembangan gaul remaja sekarang. Remaja yang awam memang paling banyak melakukan aktivitas baku syahwat yang diharamkan Islam ini, but nggak sedikit yang ngakunya anak masjid juga jadi aktivis pacaran. Wackss kacau-beliau dong? Begitulah.

Hmm, kamu yang masih pacaran dan lagi seneng-senengnya bermesraan bareng gandengan kamu, pastinya bakalan sutris baca tulisan ini. Mungkin juga tuh sumpah serapah bakalan keluar dalam mulut kamu. Tapi inget sobat, justru lebih parah kalo kagak ada yang mau susah payah ngingetin kita-kita. Sebab, sebagai manusia kita selalu nggak lepas dari kesalahan. Di sinilah perlunya kita saling menasihati dan ngingetin satu sama lain. Tul nggak? Jadi, jangan marah ya kalo kita ngingetin kamu, meski dengan sindiran.

Kenapa sih pada pengen pacaran?
Bener. Kenapa sih kamu-kamu pada pengen ngelakuin pacaran? Apa enaknya pacaran? He..he..he.. jangan bingung dulu Mas, kita coba bantu ngasih bocorannya. Ada beberapa alasan yang bisa kita telusuri di balik maraknya aktivitas ilegal dalam ajaran Islam ini:

Pertama, biar disebut dewasa. Banyak teman remaja yang melakukan pacaran, biar disebut udah dewasa. Maklum aja, aktivitas baku syahwat itu kayaknya ganjil banget kalo dilakukan oleh bocah cilik. Selain ganjil, anak kecil nggak pantes ngelakuin pacaran.

Sobat muda, secara biologis boleh jadi kamu dewasa. Kamu yang cowok udah mimpi basah, tubuhmu udah mulai memproduksi sel sperma, suaramu pun udah berubah jadi berat, udah tumbuh rambut di sana-sini, jakunmu pun mulai kelihatan. Kamu yang puteri, sudah mulai haidh, tubuhmu udah memproduki sel telur, beberapa bagian tubuh mengalami pertumbuhan pesat. Itu secara fisik. Dan itu nggak salah kamu disebut dewasa.

Tapi, ukuran dewasa nggak selalu ditentukan dengan perubahan fisikmu, tapi ditentukan pula dengan cara kamu berpikir dan cara kamu bersikap. Nah, dewasa dalam berpikir dan bersikap harus kamu miliki juga dong. Sebab, banyak orang mengaku udah dewasa, tapi ternyata nggak bisa atau belum bisa berpikir dewasa. Seperti apa sih berpikir dewasa? Kamu berani bertanggung jawab dan bisa menentukan masa depan kamu sendiri. Dengan cara yang benar tentunya. Itu baru dewasa.

Itu sebabnya, kalo kamu menganggap bahwa untuk bisa dikatakan udah dewasa adalah dengan melakukan pacaran, berarti kamu sebetulnya belum bisa dikatakan dewasa, terutama dalam berpikir dan bersikap. Why? Sebab, aktivitas pacaran jelas mendekati zina. Dan itu dosa. Jika kamu masih tetap melakukannya, itu artinya kamu belum tahu arti sebuah kedewasaan. Padahal, orang yang berpikir dan bersikap dewasa, akan lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Nggak asal jalan aja. Tapi penuh perhitungan, bila perlu mengkalkulasi untung-rugi dari sebuah perbuatan yang kamu lakukan. Sebab, itulah yang namanya bertanggungjawab. Lha, yang pacaran? Rata-rata cuma seneng-seneng aja tuh. Berarti nggak punya prinsip dong? Berarti belum dewasa dong? Tepat. Kejam amat ya? ?

Kedua, having fun. Walah, ini juga asal-asalan. Tapi inilah kenyataan yang kudu kita hadapi. Banyak teman remaja yang mengaku bahwa alasan melakukan pacaran sekadar having fun aja. Sekadar bersenang-senang. Nggak punya alasan lain. Barangkali teman remaja yang begitu menganggap bahwa pacaran sekadar hiburan di masa sulit dan obat stres saat menghadapi persoalan hidup.

Bisa jadi, teman-teman remaja yang nggak mendapatkan kasih sayang di rumah, karena kebetulan orangtuanya jarang di rumah, ia nyari kesenangan di luar. Bisa dengan kekasihnya (baca: pacaran), bisa juga lari ke minuman keras dan narkoba. Di rumah sumpek, maka pelampiasan untuk mencari kesenangannya lewat pacaran. Pacaran sering diyakini sebagai obat mujarab untuk menghilangkan stres. Gimana nggak senang, wong, jalan berdua, mojok berdua, bisa curhat, bisa menikmati hidup ini dengan nyaman dan tenang.

Benarkah pacaran selalu memberikan kesenangan? Ternyata nggak tuh. Banyak pasangan yang pacaran justru cek-cok melulu. Belum lagi kalo beda ambisi. Maklum masih pada muda, emosinya masih meletup-letup. Jadi, gimana mau senang-senang jika tiap hari panas melulu. Nggak banyak sih yang begitu, tapi tetap, bahwa alasan berpacaran semata untuk having fun, juga nggak dibenarkan. Baik secara hitung-hitungan logika, apalagi hukum syara.

Ketiga, pacar sebagai motivator dan katalisator. Duh, emangnya pacaran sejenis suplemen, pake menambah semangat segala? Tapi itulah yang terjadi. Alasan yang asal-asalan memang. Namun inilah yang juga banyak diakui teman remaja. Ada yang ngedadak jadi getol dateng ke sekolah en rajin belajar. Rela datang lebih awal ke sekolah. Tujuannya, biar bisa berlama-lama dengan sang gacoan. Maklum, kalo di sekolah sang gebetan ada, rasanya muncul semangat untuk belajar. Ah, yang benar nih? Jangan ngigau begitu, ah!

Benarkah pacaran bisa tambah semangat belajar? Naga-naganya sih alasan itu cuma direkayasa. Coba aja kamu pikirin, gimana bisa belajar jadi getol kalo di sekolah aja yang diingetin cuma kekasihnya. Boleh jadi pelajaran yang diikuti di kelas memantul sempurna, karena otaknya udah full dengan memori tentang sang kekasih hati. Lagi pula, yang berhasil jadi juara kelas or juara umum di sekolah bukan karena mereka pacaran. Kalo memang pacaran nambah semangat untuk belajar, harusnya semua yang pacaran tambah pinter, karena belajar terus. Buktinya? Justru yang pacaran selalu bermasalah dalam belajarnya.

Memang sih ada satu-dua yang pacaran tapi prestasinya tetep bagus. Tapi itu bukan jadi alasan lho untuk kamu teladani. Sebab, puluhan, atau mungkin ratusan remaja yang pacaran, justru prestasi akademiknya jeblok. Yang pinter itu pun, karena emang otaknya tokcer banget. Selain memang mereka nggak nafsu-nafsu amat untuk pacaran. Karena doi biasanya lebih mementingkan belajar. Nah lho?

Jadi, emang nggak ada pengaruh secara signifikan sih antara pacaran dan prestasi belajar. Nggak ada. Itu mah, cuma alasan klise alias dibuat-buat aja untuk melegalkan ajang baku syahwat yang dilarang itu. Tapi sejujurnya, pendapat kita neh, yang udah-udah, makin kuat pacarannya, biasanya malah makin malas belajarnya. Ngaku aja deh. (Idih kayak interogasi aja ya? He...he..he..)

Tapi terlepas dari itu semua, entah pacaran itu bisa menumbuhkan semangat belajar atau malah memadamkan semangat belajar, tetep aja perbuatan tersebut haram untuk dilakukan. Karena ukuran manfaat dan mafsadat (keburukan) bukan dinilai oleh kita. Kita, kaum muslim, diajarkan untuk melakukan perbuatan yang ihsan. Jadi, bukan yang terbanyak amalnya yang akan dinilai oleh Allah, tetapi yang terbaik amalnya. Baik niat maupun caranya. Dua-duanya kudu sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.: "...supaya Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya." (TQS al-Mulk [67] : 2)

Seorang ulama yang hidup di masa Abdul Malik bin Marwan, Sa’id bin Jubair, pernah mengatakan: "Tidak diterima suatu perkataan kecuali disertai amal, tidak akan diterima perkataan dan amal kecuali disertai niat, dan tidak akan diterima perkataan, amal dan niat kecuali disesuaikan dengan sunnah Nabi saw."

Saking pentingnya ihsan dalam beramal ini, Imam Malik mengatakan: "Sunnah Rasulullah saw itu ibarat perahu nabi Nuh. Siapa yang menumpanginya ia akan selamat; sedangkan yang tidak, akan tenggelam."

Nah, meskipun niatnya bagus untuk menambah semangat belajar (mungkin ikhlas karena Allah), tapi pacaran adalah perbuatan maksiat. Jadi nggak klop tuh. Nah lho?

Menertawakan pacaran
Sobat muda muslim, kalo melihat teman-teman kamu yang pacaran, kita suka geli dan lucu lho. Kita tertawa. Bener. Abisnya, teman remaja yang aktivis berat pacaran adalah tipe manusia yang suka ngakalin gitu lho. Sebab, alasan-alasan utama mereka berpacaran justru semuanya klise. Intinya, semua itu cuma direkayasa untuk melegalkan aktivitas baku syahwat terlarang itu. Bener. Kagak bohong!

Oke deh, singkat kata, bagi kamu yang masih aktif pacaran, segera melakukan pembenahan; putusin aja pacar kamu. Pelajari Islam. Yakinlah, Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat kamu. Nggak usah ragu, jodoh di tangan Allah, bukan di tangan hansip (maksudnya kalo kamu kepergok lagi "begituan" sama hansip, he..he..he..).

Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan kamu terhadap aktivitas gaul bebas yang emang berbahaya dan dosa itu.

Firman Allah Swt: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS an-N􂠛24]: 30).

Sobat, pacaran adalah salah satu pemenuhan yang salah dari naluri mempertahankan jenis. Sebab, pemenuhan dan penyaluran yang sah menurut Islam adalah dengan menikah. Sabda Rasulullah saw.: "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung." (HR Bukhari)

Jadi, jangan pada nekat pacaran ya? Pacaran itu nggak ada manfaatnya sama sekali. Kalo pun mungkin ada "manfaat", tapi itu biasanya cuma diukur dengan penilaian hawa nafsu kita, bukan berdasarkan aturan Allah Swt. Kalo kamu nekat pacaran? Huahaha udah kuno, norak, dosa lagi. Amit-amit deh. Tinggalin ya..!?

sumber: dudung.net

lebih lanjut...

Rabu, September 10, 2008

Cepet Siapa?

nikah.com - Seorang bule Amerika keliling Jakarta menaiki becak. Sambil menikmati perjalanan, ia terlibat dialog dengan tukang becak tersebut.

Bule: Mas, itu bangunan apa, dan berapa lama pembangunannya? (sambil menunjuk Gelora Bung Karno)
Tukang Becak: Itu gelanggang olahraga terbesar di Indonesia. Lama pembangunannya lima tahun (asal sebut)
Bule: Kalau bangunan seperti itu, di negara saya hanya dibangun selama lima bulan (menjawab dengan sombong)

Tak lama kemudian, mereka sampai di Bundaran Semanggi. Si bule mengajukan pertanyaan serupa. Lalu tukang becak menjawab ringan.

Tukang becak: Itu Bundaran Semanggi, hanya dibangun selama enam bulan (maksudnya agar si bule memuji)
Bule: Masih kalah. Di negera saya, hanya butuh waktu paling lama enam minggu.

Perjalanan terus berlanjut. Ketika sampai di depan Monas, si bule kembali bertanya.

Bule: Itu apa, dan berapa lama pembangunannya?
Tukang Becak: (kesal..!) Maaf tuan, saya tak tahu. Soalnya, waktu saya lewat sini, pagi tadi, bangunan itu belum ada.
Bule: .....?????
lebih lanjut...

Doa

nikah.com - Doa tidak hanya mempunyai hikmah dalam menjalin hubungan antara manusia seorang hamba dengan Allah SWT, akan tetapi juga mempunyai hikmah menjalin hubungan antara sesama manusia; tidak hanya yang telah dikenal dan hidup dalam waktu yang bersamaan, akan tetapi doa merupakan mata rantai yang menghubungkan setiap manusia mukmin sepanjang masa.

Setiap muslim yang menjalankan Shalat, dalam membaca doa Tasyahud selalu menyebut : Assalaamu 'alaynaa wa 'alaa 'ibaadi-l Laahi-sh shaalihiin. Arti yang populer : mengirim salam kepada semua hamba Allah yang shaleh, yang baik, suatu pengharapan untuk memperoleh salam atau kesejahteraan secara umum, baik bagi mereka yang telah meninggalkan dunia yang fana ini, atau mereka yang masih hidup dengan tidak memandang suku maupun bangsa.

Shalawat yang berarti juga doa, yang sangat utama adalah Shalawat Ibrahimiyah, pelajaran sejarah yang sangat tepat dimana selalu dikenang jasa-jasa Nabi Ibrahim a.s. dengan keturunannya, Nabi-nabi Besar pada zamannya, sebagai Penegak Agama Tauhid.

Shalawat kepada Rasulullah SAW yang selalu diucapkan sewaktu nama beliau disebut merupakan jalinan yang sangat erat antara Rasul dengan segenap umat pengikutnya.

Selanjutnya tradisi mohon doa dan saling berdoa telah berlaku semenjak Rasulullah SAW; bukan hanya Rasul yang medoakan seseorang, bahkan Rasulullah pun pernah minta didoakan; pada waktu shahabat Umar r.a. akan berangkat melaksanakan Ibadah Haji Rasulullah SAW berpesan : "Jangan melupakan kami dalam doamu, wahai Saudaraku".

Shalat Janazah juga merupakan doa sebagai pengantar bagi seseorang yang akan menghadap Allah SWT; demikian pula doa yang diserukan oleh seseorang yang sedang ziarah qubur, sedikitnya dengan menucapkan salam.

Bukan hanya manusia yang menyerukan doa, bahkan para Malaikat pun berdoa, berdoa untuk manusia, tersebut dalam Firman Allah Qur-an Surat Al-Mukmin Ayat 7-8 dan 9. "(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampun bagi orang orang yang beriman (seraya mengucapkan) : Ya, Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang orang yang bertaubat dan mengikuti jalan (agama) Engkau, dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam Sorga 'Adn yang telah engkau janjikan kepada mereka dan orang orang Shaleh diantara bapak-bapak mereka dan isteri-isteri mereka dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Barangsiapa yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu (kiamat), maka sesungguhnya Engkau telah memberi rahmat kepoadanya, dan itulah kemenangan yang besar.

Demikianlah eratnya hubungan diantara makhluk-makhluk Allah, antara manusia dan malaikat, meskipun keduanya berada di tempat yang berlainan; manusia di alam nyata/dunia adapun Malaikat di alam ghaib.
lebih lanjut...

BOLEHKAH BERDUAAN DENGAN TUNANGAN?

nikah.com - Bersama Dr. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN :
Saya mengajukan lamaran (khitbah) terhadap seorang gadis
melalui keluarganya, lalu mereka menerima dan menyetujui
lamaran saya. Karena itu, saya mengadakan pesta dengan
mengundang kerabat dan teman-teman. Kami umumkan lamaran
itu, kami bacakan al-Fatihah, dan kami mainkan musik.
Pertanyaan saya: apakah persetujuan dan pengumuman ini dapat
dipandang sebagai perkawinan menurut syari'at yang berarti
memperbolehkan saya berduaan dengan wanita tunangan saya
itu. Perlu diketahui bahwa dalam kondisi sekarang ini saya
belum memungkinkan untuk melaksanakan akad nikah secara
resmi dan terdaftar pada kantor urusan nikah (KUA).

JAWABAN :
Khitbah (meminang, melamar, bertunangan) menurut bahasa,
adat, dan syara, bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakan
mukadimah (pendahuluan) bagi perkawinan dan pengantar ke
sana.


Seluruh kitab kamus membedakan antara kata-kata "khitbah"
(melamar) dan "zawaj" (kawin); adat kebiasaan juga
membedakan antara lelaki yang sudah meminang (bertunangan)
dengan yang sudah kawin; dan syari'at membedakan secara
jelas antara kedua istilah tersebut. Karena itu, khitbah
tidak lebih dari sekadar mengumumkan keinginan untuk kawin
dengan wanita tertentu, sedangkan zawaj (perkawinan)
merupakan aqad yang mengikat dan perjanjian yang kuat yang
mempunyai batas-batas, syarat-syarat, hak-hak, dan
akibat-akibat tertentu.


Al Qur'an telah mengungkapkan kedua perkara tersebut, yaitu
ketika membicarakan wanita yang kematian suami:
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang
suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah) itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini
mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf
(sindiran yang baik). Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap
hati) untuk beraqad nikah sebelum habis 'iddahnya." (Al
Baqarah:
235)


Khitbah, meski bagaimanapun dilakukan berbagai upacara, hal
itu tak lebih hanya untuk menguatkan dan memantapkannya
saja. Dan khitbah bagaimanapun keadaannya tidak akan dapat
memberikan hak apa-apa kepada si peminang melainkan hanya
dapat menghalangi lelaki lain untuk meminangnya, sebagaimana
disebutkan dalam hadits:


"Tidak boleh salah seorang diantara kamu meminang pinangan
saudaranya."
(Muttafaq 'alaih)


Karena itu, yang penting dan harus diperhatikan di sini
bahwa wanita yang telah dipinang atau dilamar tetap
merupakan orang asing (bukan mahram) bagi si pelamar
sehingga terselenggara perkawinan (akad nikah) dengannya.
Tidak boleh si wanita diajak hidup serumah (rumah tangga)
kecuali setelah dilaksanakan akad nikah yang benar menurut
syara', dan rukun asasi dalam akad ini ialah ijab dan kabul.
Ijab dan kabul adalah lafal-lafal (ucapan-ucapan) tertentu
yang sudah dikenal dalam adat dan syara'.


Selama akad nikah - dengan ijab dan kabul - ini belum
terlaksana, maka perkawinan itu belum terwujud dan belum
terjadi, baik menurut adat, syara', maupun undang-undang.
Wanita tunangannya tetap sebagai orang asing bagi si
peminang (pelamar) yang tidak halal bagi mereka untuk
berduaan dan bepergian berduaan tanpa disertai salah seorang
mahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya.
Menurut ketetapan syara, yang sudah dikenal bahwa lelaki
yang telah mengawini seorang wanita lantas meninggalkan
(menceraikan) isterinya itu sebelum ia mencampurinya, maka
ia berkewaiiban memberi mahar kepada isterinya separo harga.


Allah berfirman:
"Jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu
mencampuri mereka, padahal sesungguhnya kamu telah
menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang
telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu
memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan
nikah ..."
(Al Baqarah: 237)


Adapun jika peminang meninggalkan (menceraikan) wanita
pinangannya setelah dipinangnya, baik selang waktunya itu
panjang maupun pendek, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa
kecuali hukuman moral dan adat yang berupa celaan dan
cacian. Kalau demikian keadaannya, mana mungkin si peminang
akan diperbolehkan berbuat terhadap wanita pinangannya
sebagaimana yang diperbolehkan bagi orang yang telah
melakukan akad nikah.


Karena itu, nasihat saya kepada saudara penanya, hendaklah
segera melaksanakan akad nikah dengan wanita tunangannya
itu. Jika itu sudah dilakukan, maka semua yang ditanyakan
tadi diperbolehkanlah. Dan jika kondisi belum memungkinkan,
maka sudah selayaknya ia menjaga hatinya dengan berpegang
teguh pada agama dan ketegarannya sebagai laki-laki,
mengekang nafsunya dan mengendalikannya dengan takwa.
Sungguh tidak baik memulai sesuatu dengan melampaui batas
yang halal dan melakukan yang haram.


Saya nasihatkan pula kepada para bapak dan para wali agar
mewaspadai anak-anak perempuannya, jangan gegabah membiarkan
mereka yang sudah bertunangan. Sebab, zaman itu selalu
berubah dan, begitu pula hati manusia. Sikap gegabah pada
awal suatu perkara dapat menimbulkan akibat yang pahit dan
getir. Sebab itu, berhenti pada batas-batas Allah merupakan
tindakan lebih tepat dan lebih utama.


"... Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah
orang-orang yang zhalim."
(Al Baqarah: 229)


"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta
takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka
adalah orang-orang yang mendapat kemenangan."
(An Nur: 52)


-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
lebih lanjut...

=== Cirine WONG Soko ENTUTE ===

nikah.com - (Versi Bahasa Jawa)

1) Wong sing ORA JUJUR
Wong sing nek ngentut terus nyalahke wong liyo.
2) Wong sing GOBLOG
Wong sing ngampet ngentut sampai jam-jaman.
3) Wong sing JEMBAR WAWASANE
Wong sing ngerti kapan kudu ngentut.
4) Wong sing SENGSORO
Wong sing pengin banget ngentut ning ora iso ngentut.
5) Wong sing MISTERIUS
Wong sing nek ngentut wong liyo ora ono sing ngerti.
6) Wong sing GUGUPAN
Wong sing ujug-ujug nyetop entute nek pas lagi ngentut.
7) Wong sing PERCOYO DIRI (PD)
Wong sing ngiro nek entute dhewe ambune mesti wangi.
8) Wong sing KEJEM (SADIS)
Wong sing nek ngentut terus dikibasno nang koncone.
9) Wong sing ISINAN
Wong sing nek ngentut terus ke'isinan dhewe.
10) Wong sing STRATEGIS
Wong sing nek ngentut ning ngarepe wong lio iso nylamurke entute nganti wong lio ora kepikiran maneh.
11) Wong sing BODHO
Wong sing nek bar ngentut terus ambegan njero-njero dienggo ngganti entute sing metu.
12) Wong sing GEMI
Wong sing nek ngentut metune diatur sethithik-sethithik.
13) Wong sing SOMBONG
Wong sing seneng ngambu entute dhewe.
14) Wong sing RAMAH
Wong sing seneng ngambu entute wong liyo.
15) Wong sing ORA RAMAH
Wong sing nek ngentut malah mendhelik lan ngamuk-ngamuk.
16) Wong sing KEKANAK-KANAKAN
Wong sing senenge ngentut nang njero banyu ben iso ngematno munine blekuthuk-blekuthuk.
17) Wong sing ATLETIS
Wong sing nek ngentut karo ngeden.
18) Wong sing JUJUR
Wong sing ngakoni nek awake bar ngentut.
19) Wong sing PINTER
Wong sing iso niteni ambune entut wong lione.
20) Wong sing SIAL
Wong sing dientuti terus karo wong lio.
21) Wong sing KURANG KONTROL DIRI
Wong sing nek ngentut mesthi katutan ampase.
22) Wong sing ORA IKHLAS
Wong sing nggak mambu entute dewe, wong liya sing mambu muring-muring.
23) Wong sing GEMI
Wong sing menowo ngentut, metune swara entut di endat-endat dadi ping 7.
24) Wong sing SOK AMAL
Wong sing menowo ngentut, metune di brolno, sak ampase.
25) Wong sing RA NGGENAH
Wong sing angger ngentut silite ditempeli terompet, ben samsaya banter swarane.
26) Wong sing RA UMUM
Wong sing yen ngentut dilagokake.
27) Wong sing PENSIUNAN PRAJURIT
Wong sing yen ngentut dipenggak-penggak, kareben swarane kadya unining bedil.
28) Wong sing RA SABARAN
Wong sing wis ngueden methuthut ra muni entute malah bole sing metu.
29) Wong sing asale soko SOLO/YOGYA (mohon maaf untuk yang sering ke Solo!)
Wong sing entute aluun banget, dawa lan sajak ndandang gulo.
30) Wong sing RADUWE GAWEAN
Wong sing ndiskusekake soal entut (kayata sing maca).

Tambahan:
Wong sing GENDHENG:

Wong sing ngamati ciri-cirine wong liya saka carane ngentut!!
lebih lanjut...

19 Kegagalan Ramadhan

nikah.com
1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya'ban.
2. Senang melewat-lewatkan shalat fardhu.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
4. Kikir dan rakus pada harta benda.
5. Malas membaca Al-Qur'an.
6. Mudah naik darah (emosi).
7. Gemar berbicara sia-sia dan dusta (gosip).
8. Memutuskan tali silaturrahim.
9. Menyia-yiakan waktu.
10. Resah dalam menjalani hidup.
11. Tidak bersemangat dalam mensyiarkan Islam.
12. Khianat terhadap amanah.
13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.
14. Terlalu bergantung pada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
16. Tidak mencintai kaum dhuafa.
17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
18. Sibuk mempersiapkan Idullfitri.
19. Idulfitri dianggap hari kebebasan.
lebih lanjut...

Selasa, September 09, 2008

Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan

nikah.com - Buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, Penulis/Penerbit/Harga : Salim A. Fillah/Pru-media/Rp. 28.000,-

Buku ini hadir, agar yang belum menikah menjalani penantiannya dengan kesucian nan gagah. Juga agar yang sudah menikah menghadirkan saat-saat indah penuh barakah. Alangkah seringnya mentergesai kenikmatan tanpa ikatan. Membuat detik-detik di depan terasa hambar. Belajar dari ahli puasa. Ada dua kebahagiaan baginya saat berbuka dan saat Allah menyapa lembut memberikan pahala inilah puasa panjang syahwatku, kekuatan ada pada menahan dan rasa nikmat itu terasa di waktu buka yang penuh kejutan coba saja kalau Allah menghalalkan setitis cicipan surga akan menjadi shadaqah berpahala. Buku ini dipersembahkan untuk mereka yang lagu jatuh hati atau sedang pacaran bersama doi yang dipenuhi hasrat nikah dini tapi belum bernyali yang sedang menjalani proses penuh liku dan yang ingin melanggengkan masa-masa indah pernikahannya. (diambil dari : tentang-pernikahan.com)
lebih lanjut...

Foto dalam Undangan; Bagaimana?

nikah.com - Oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc.

Seandainya akad nikah sudah dilaksanakan, maka hukum berpelukan antara mereka tidak menjadi masalah. Sebab pada dasarnya mereka sudah suami isteri.

Akan tetapi manakala pasangan itu belum sempat melangsungkan akad nikah, tapi sudah peluk-pelukan atau sejenisnya, lalu difoto dan dipublikasikan dalam bentuk kartu undangan, tentu hukumnya haram. Sebab mereka itu belum lagi sah sebagai pasangan suami isteri, meski nantinya bakalan sah juga.

Memang fenomena ini adalah cara-cara yang kurang baik untuk diikuti, lantaran banyak hal yang bertentangan ajaran agama. Sayangnya, masyarakat kita yang umumnya cenderung permisif (serba boleh), kelihatannya tenang-tenang saja. Seolah hal yang demikian dianggap wajar, apalagi untuk zaman sekarang ini.

Bahkan merebaknya model kartu undangan seperti ini sebenarnya tidak lain adalah cerminan dari kerusakan masyarakat kita dalam kehidupan mereka sehari-hari. Di mana mereka memang umumnya membiarkan saja adanya pasangan yang belum sah untuk berpelukan, berpacaran, boncengan atau berduaan.

Masyarakat kita yang sudah sakit ini kemudian mendapat tepukan gendang dari para syetan yang mengaku sebagai tokoh kebebasan, persamaan hak laki-laki dan perempuan, para selebiriti atau bahkan para tokoh bangsa.

Sehingga fenomena pacaran antara calon pasangan suami isteri dianggap sah, boleh, wajar dan tidak ada masalah.
Padahal semua itu adalah kemungkaran, kemaksiatan, dosa, haram dan larangan yang resmi, sah dan tegas dipandang dari sisi syariah. Kemajuan zaman tidak diukur dari kebebasan pacaran. Kemoderenan juga tidak ada kaitannya dengan bebasnya pergaulan muda-mudi.

Bahkan kalau dipikir-pikir, dosa berpose seperti layaknya suami isteri bagi pasangan yang belum sah itu malah lebih besar daripada mereka melakukan hal itu tapi diam-diam. Sebab kita tahu bahwa perbuatan dosa yang dipamerkan itu jauh lebih berat dari pada dosa yang disembunyikan. Meski pun tetap saja keduanya haram hukumnya.

Calon suami isteri yang belum halal, bila difoto berdua lalu melakukan adegan seolah mereka adalah pasangan yang sah, lantas dipublikasikan, maka hal ini sebenarnya sudah termasuk perbuatan mungkar secara terang-terangan. Dosanya jauh lebih besar ketimbang perbuatan yang sama tapi dilakukan diam-diam.

Mengapa demikian?

Karena memang demikian Rasulullah SAW mengajarkan kita. Apabila seseorang tersadar dari melakukan suatu kesalahan lalu merahasiakannya, maka kemungkinan Allah mengampuninya lebih besar dari pada dia melakukan dosa lalu menceritakannya atau menyebarluaskannya kepada khalayak ramai.

Dan kasus cetak kartu undangan perkawinan dengan gambar calon pasangan dalam posisi seolah sudah halal adalah bagian dari dosa yang disebar-sebarkan.

Jalan Tengah

Kalau pun seandainya calon pasangan ini tetap menghendaki ada pemasangan foto wajah mereka di kartu undangan, maka seharusnya posisi mereka dipisahkan. Paling tidak, foto itu tidak menampilkan mereka dalam posisi yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah sah menikah.

Misalnya, bukan foto mereka berdua, tapi hanya pas foto mereka masing-masing yang dipotret secara terpisah, lalu dipasangnya berdampingan tanpa menggambarkan posisi tubuh mereka yang berangkulan.

Pas foto masing-masing yang difoto terpisah akan memberikan gambaran jelas bahwa mereka inilah memang calon suami dan isteri yang punya hajatan, tapi mereka tidak dalam posisi bersama atau berduaan. Menurut hemat kami, ini lebih aman dan bisa dijadikan salah satu solusi, bila terpaksa harus menggunakan foto di kartu undangan.

Wallahu a'lam bishshawab,

Sumber : http://www.eramuslim.com/
lebih lanjut...
sekolahbisnis.com