--- AHLAN WA SAHLAN, SELAMAT DATANG DI NIKAH.COM, KAMI HADIR SEBAGAI SAJIAN UNTUKMU YANG AKAN MENIKAH DAN TELAH MENIKAH, SERBA-SERBI DALAM KELUARGA DAN ANAK-ANAK ---

Rabu, September 17, 2008

Niat dalam Bekerja

nikah.com - Oleh : Nur Afif EN., SPd.

Bekerja adalah suatu kewajiban, dan yang lebih mengasyikkan bahwa bekerja adalah ibadah. Namun, jangan salah mengartikan “bekerja adalah ibadah” sama dengan bekerja tanpa menuntut gaji/upah, dikarenakan sudah mendapat pahala dari bekerja sebagai ibadah tadi. Pengertian ibadah disini adalah kita mengikuti sunnah Rasulullah Saw, beliau dalam salah satu sunnahnya bersabda: “Bekerjalah kamu seolah-olah kamu akan hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati esok!”


Dalam arti luas, yang dimaksudkan bekerja sebagai ibadah adalah, karena dengan bekerja inilah seseorang (laki-laki/kepala keluarga) dapat menggunakan pekerjaannya sebagai ma’isah (nafkah) bagi keluarganya, dapat bershodaqoh, dapat menolong saudara-saudaranya, dan dapat membiayai aktivitas dakwahnya (bagi aktivis dakwah). Satu hal lagi yang tidak kalah penting jika seseorang bekerja maka dia akan dapat menjaga diri dari meminta-minta.

Tidak semua orang menganggap bahwa pekerjaan yang menghasilkan uang/materi banyak adalah suatu kepuasan dan kenikmatan serta keberhasilan dalam hal keduniawian. Jelas anggapan ini salah, karena parameternya tidak hanya nilai materi yang didapat dari sebuah pekerjaan/usaha. Jika pekerjaan lebih banyak menyita waktu maka ada infestasi waktu yang hilang, baik untuk keluarga atau aktivitas lainnya (sosial dan dakwah). Belum lagi jikalau ditinjau dari kadar halal dan haramnya, serta di mana orang itu bekerja.

Dalam sebuah obrolan seorang kawan yang sudah bekerja di sebuah perusahaan jasa menyatakan, “Dahulu, semasa kita duduk di bangku kuliah kita pernah turun aksi memboikot produk apa saja yang berindikasi dari Amerika dan Yahudi tapi sekarang perusahaan yang ada di negeri kita dikuasai mereka yang notabene non-muslim, dan beberapa ikhwah ikut bekerja di sana (perusahaan non-muslim). Begitu juga maraknya pemurtadan di tanah air, lantas dari mana dana mereka dapatkan? Terus bagaimana jika kita bekerja kepada mereka?” Begitu kira-kira inti pernyataanya.

Sementara pada saat ramai-ramainya seruan boikot terhadap produk Amerika, Syaikh Yusuf Qordhowi mengatakan bahwa uang yang masuk ke perusahaan mereka akan digunakan untuk biaya memerangi Umat Islam, membantai saudara-saudara kita di Palestina, Cechnya, Afghanistan dan lain-lain.

Ada juga yang menyatakan kalau kita kerja kepada orang Nashrani pasti ada keringat kita yang digunakan untuk biaya operasional program pemurtadan mereka. Kawan yang lain menimpali tentang suasana kerja yang cenderung ikhtilat (bercampur laki-laki dan perempuan) saat di kantor. Ditambah ketika harus berjabat tangan dengan atasan yang lain jenis, tentu ini sangat membingungkan saudara-saudara kita ini.

Kemudian masalah ini menimbulkan keragu-raguan dalam hati mereka, apakah harus tetap bekerja di tempat itu. Terus bagaimana jika hendak memulai usaha sendiri sementara modal belum ada? Mau keluar dari pekerjaan ragu, karena cari kerja saja lagi susah, dan segudang permasalahan di tempat kerja menjadi dilematis, kata pepatah laksana makan buah cimalakama.

Permasalahanpun rame-rame dikonsultasikan kepada saudara-saudara yang tingkat tarbiyahnya lebih tinggi termasuk ustadz-ustadz. Berbagai jawaban diperoleh dari mereka, seperti:

Pertama, perbanyak istighfar, karena bagaimanapun keluarga masih membutuhkan ma’isah untuk kelangsungan hidup dan ibadah mereka. Tindakan ini dilakukan selama masa tunggu dengan pekerjaan yang lebih sesuai dengan harapannya.

Kedua, selalu minta petunjuk dan bimbingan kepada Allah SWT, karena Dia Mahamengetahui segala urusan yang sedang dihadapi hamba-hamba-Nya. Meminta petunjuk agar dipilihkan pekerjaan yang lebih cocok dan mendukung aktivitas dakwahnya dan meminta agar selama bekerja di tempat abu-abu (subhat) -yang penuh dengan fitnah- diberikan bimbingan agar dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan dijauhkan dari perbuatan ahli neraka.

Ketiga, luruskan niat, saat kita bekerja tujuan kita adalah untuk mendapatkan rezeki yang halal yang akan kita gunakan untuk ibadah (menafkahi diri sendiri, keluarga, shodaqoh, biaya dakwah, dll). Niat kita tidak untuk mengabdi kepada mereka (kafirin) apalagi menjadi budak mereka.

Niat, ya dengan niat inilah kita akan selalu terkontrol dalam beramal. Dengan niat ini pula kita akan digiring kembali kepada tujuan awal kita saat akan bekerja, dan dengan niat ini pula kita akan dimintai pertanggungjawaban dari amalan yang kita kerjakan.

Niat yang baik dan benar akan melahirkan motivasi internal tersendiri, yang kuat. Niat yang mulia bagi seorang aktivis dakwah akan melahirkan ghirah untuk merubah kondisi di mana dia ditempatkan, dia akan menjadi agent of change yang kelak diharapkan akan mewarnai lingkungan dimana dia beraktivitas.

Jadi, seorang muslim dalam segala aktivitasnya hendaklah selalu meniatkan dengan selurus-lurusnya niat, dan senantiasa memohon petunjuk kepada Allah Swt. Dalam hal pekerjaan maka carilah yang benar-banar bersih dari hal-hal maksiyat dan khurafat. Orang Yunani pun mengatakan “ora et labora”.Θ


Tidak ada komentar:

sekolahbisnis.com